Rabu, 11 Juli 2012

Pasal Niat Ikhlas Dalam Semua Perkataan Perbuatan Amal Lahir Batin

Firman Allah: Tiadalah mereka diperintah, kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama, lurus, dan mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, Itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah 5).

Firman Allah: Tidak sampai kepada Allah daging dan darah kurban itu, tetapi yang sampai kepada Allah yalah jalan taqwamu. (Al-Haj 37).

Firman Allah: Katakanlah: Jika kamu sembunyikan atau kamu terangkan apa yang dalam dadamu itu, tetapi diketahui oleh Allah. (Al-Imron 29)

Dari ketiga ayat ini nyata benar betapa penting peranan niat dan ikhlas dalam segala amal perbuatan ibadat yang berupa syi'ar/bukti taat kepada Allah.

1. Umar bin Alchatthab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya sah atau tidak suatu amal, tergantung pada niat. Dan yang teranggap bagi tiap orang apa yang ia niatkan. Maka siapa berhijrah (mengungsi dari daerah kafir ke daerah islam) semata-mata karena ta'at kepada Allah dan Rasulullah, maka hijrah itu diterima oleh Allah dan Rasulullah. Dan siapa yang hijrah karena keuntungan dunia yang dikejarnya, atau karena perempuan yang akan dikawin, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niat hijrah kepadaNya. (Buchary, Muslim).

Karena demikian pentingnya soal niat itu, maka Ulama' kaum muslimin meletakkan niat itu sebagai rukun pertama dalam semua ibadat. Bahkan untuk membedakan antara ibadat dengan adat, hanya niat. Sesuatu perbuatan adat, tetapi lalu diniatkan mengikuti tuntunan Allah dan Rasulullah s.a.w maka ia berubah menjadi ibadat yang berpahala. Juga para ulama' merinci niat pada lima macam: hakikat, tempat, hukum, masa dan syarat.
Hakikat niat: Yalah sengaja (dengan sengaja mengerjakan sesuatu berbareng dengan perbuatan).
Hukum niat: Wajib atau sunnat.
Tempat niat: Dalam hati.
Masa niat: Pada permulaan melakukan perbuatan.
Syarat niat: Untuk tujuan amal kebaikan.

2. 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Bakal ada tentara yang akan menyerang Ka'bah, tetapi ketika mereka sampai disuatu lapangan tiba-tiba dibinasakan semua, yang pertama hingga yang terakhir. 'Aisyah bertanya: Ya Rasulullah, bagaimanakah dibinasakan semua, padahal disitu ada orang-orang yang tidak ikut, yaitu orang yang sedang dipasar dan lain-lainnya? Jawab Nabi: Dibinasakan semua, kemudian dibangkitkan menurut niat masing-masing. (Buchary, Muslim).

Kebinasaan yang menimpa pada suatu daerah akan mengenai yang salah dan yang tidak bersalah, tetapi perhitungan di akherat hanya terhadap mereka yang bersalah. Bagi masing-masing pejuang akan menerima perhitungan menurut niatnya.

3. 'Aisyah r.a. berkata: Bersabda Nabi s.a.w. Tiada hijrah sesudah kembalinya kota Mekkah ketangan kaum muslimin, tetapi yang tetap ada yalah jihad/berjuang dan niat akan berhijrah bila keadaan memaksa. Dan bila kamu dipanggil untuk berjuang, hendaknya kamu tetap siap-siaga. (Buchary, Muslim).

Tidak ada hijrah dari Mekkah, karena Mekkah telah menjadi negara Islam, sebab tujuan hijrah itu untuk mendapat kebebasan dalam melakukan perintah-perintah agama dengan rasa aman tidak terganggu.

4. Djabir bin Abdillah r.a. berkata: Ketika kami bersama Nabi s.a.w. dalam suatu peperangan, tiba-tiba Nabi berkata: Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang, tiap kamu melalui jalan, atau menyebrangi lembah, melainkan selalu mereka menyertai kamu (menyekutui kamu-kamu) pahalanya. Mereka tertahan oleh penyakit          (Muslim).

Di mana saja kamu berjalan, baik mendaki atau menurun, mereka tetap menyekutui kamu dalam pahala, karena kesungguhan niat, sedang mereka tertahan oleh udzur. Demikianlah pengaruh niat.

5. Anas r.a. berkata: Ketika kami kembali dari perang Tabuk bersama Nabi s.a.w. tiba-tiba Nabi s.a.w. bersabda: Sesungguhnya ada beberapa orang tertinggal di kota Madinah, tetapi tiadalah kami melalui suatu dusun atau lembah, melainkan selalu menyertai kami, mereka tertahan oleh udzur. (Buchary).

Karena niat yang sungguh-sungguh ingin ikut jihad, tetapi terhalang oleh keadaan yang memaksa harus tinggal, maka Allah berkenan dengan kurniaNya memberi kepada mereka pahala yang sama dengan orang-orang yang keluar berjuang di medan pertempuran. Demikianlah kurnia Allah yang tiada terbatas.

6. Ma'nu bun Jazid r.a. berkata: Ayahku Jazid biasa mengeluarkan bebrapa dinar (mas) untuk sedekah, dan dititipkan pada seseorang di masjid, untuk diberikan pada fakir miskin yang minta-minta. Maka saya minta dari orang yang dititipi itu, dan saya tunjukkan kepada ayahku. Ia berkata: Demi Allah bukan kepadamu saya tujukan sedekah itu. Dan hal ini saya ajukan kepada Rasulullah s.a.w. Maka sabda Nabi s.a.w.: Bagimu apa yang kau niatkan hai Jazid, dan bagimu apa yang kau ambil hai Ma'nu. (Buchary).

Niat Jazid akan bersedekah kepada fakir miskin telah berhasil, meskipun uang itu jatuh ketangan anak kandungnya sendiri. Dan Ma'nu, karena ia berhak menerima sedekah, maka tidak dilarang mengambilnya.
Niat seseorang berhasil di sisi Allah, meskipun dalam prakteknya seolah-olah tidak sampai kepada yang dituju.

7. Sa'ad bin Abi Waqqash r.a. berkata: Ketika saya menderita sakit keras waktu melakukan haj-jatul wada', datanglah Rasulullah s.a.w. sambang ke tempatku, maka saya bertanya: Ya Rasulullah, penyakitku ini agak berat, dan aku seorang berharta, sedang warisku tidak ada kecuali seorang putriku, bolehkah aku sedekahkan dua pertiga dari hartaku? Jawab Nabi s.a.w: tidak. Saya bertanya: Separuh? Jawab Nabi: tidak. Saya tanya: Sepertiga ya Rasulullah? Jawab Nabi s.a.w.: Sepertiga itu cukup banyak dan besar. Sesungguhnya jika kau meninggalkan ahli warismu kaya-kaya, lebih baik daripada kau tinggalkan mereka miskin, hingga terpaksa minta-minta pada orang. Dan tiada kamu membelanjakan hartamu dalam sesuatu yang kau niatkan untuk keridla'an Allah, melainkan pasti kau mendapat pahala daripadaNya, hingga belanja yang kau berikan pada istrimu. Saya bertanya: Ya Rasulullah apakah aku ditinggal di sini oleh sahabat-sahabatku? Jawab Nabi: Engkau tidak tertinggal lalu berbuat kebaikan yang kau niatkan karena Allah, melainkan pasti kau bertambah kemuliaan derajat, dan mungkin kau akan tinggal sehingga banyak orang yang mendapat untung daripadamu, disamping lain kamu yang merasa rugi karena kau. Kemudian Nabi berdoa: Ya Allah lanjutkan bagi sahabat-sahabatku hijrah mereka, dan jangan mengembalikan ke belakang (ketempat yang telah mereka tinggalkan yaitu Mekkah). Tetapi yang kecewa yalah Sa'ad bin Chaulah yang selalu dikasihani oleh Rasulullah karena ia mati di Mekkah. (Buchary, Muslim).

Hadis ini menjelaskan beberapa hukum:
1. Wasiyat seseorang yang akan mati tidak boleh lebih dari sepertiga dari kekayaannya, Sehingga bila terjadi wasiyat melebihi dari sepertiga, maka ahli waris berhak untuk menolak dan membatasi hingga sepertiga.
2. Segala amal perbuatan biasa, bila diniatkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka akan mendapat pahala dan teranggap sebagai ibadat. Contohnya: Belanja yang lazim bagi anak keluarga dan sebagainya.
3. Amal yang telah dikerjakan karena Allah, jangan ditarik kembali, sebagaimana hijrah dari Mekkah, atau sedekah, maka jangan berusaha mengembalikan barang yang sudah disedekahkan itu kembali kepadanya, baik dengan membeli atau menukar atau lain-lainnya. Dan bagi seorang Muslim, tidak ada masa terlambat dan ketinggalan masa, bila saja kalau ia suka beramal sungguh-sungguh karena Allah, maka ia masih dapat mengejar derajat dan kedudukan yang tetap disediakan oleh Allah.

8. Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi langsung melihat/memperhatikan niat dan keikhlasan dalam hatimu. (Muslim).

9. Abu Musa (Abdullah) bin Qais Al-Asj'ary r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. ditanya tentang orang yang perang karena keberanian, dan karena kebangsaan atau karena kedudukan, yang manakah diantara semua itu yang dapat disebut jihad fisabilillah? Jawab Nabi: Siapa yang berperang semata-mata untuk menegakkan kalimatullah (Agama Allah), maka itulah fisabilillah. (Buchary, Muslim).

Disini jelas benar bahwa, dorongan niat itulah yang jadi. Maka yang perang untuk kepahlawanan, akan terkenal sebagai pahlawan, demikian yang untuk lain-lainnya akan mendapat apa yang diniatkan.

10. Abu Bakrah (Nufai') bin Alharits Atstsaqafy berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: Apabila dua orang muslim berhadapan dengan pedang masing-masing, maka yang membunuh dan terbunuh keduanya dalam neraka. Abu Bakrah bertanya: Ya Rasulullah itu yang membunuh sudah jelas masuk neraka, tetapi mengapakah yang terbunuh juga masuk neraka? Jawab Nabi: Karena ia niat sungguh-sungguh akan membunuh lawannya. (Buchary, Muslim)

11. Abu Hurairah (Abdurarahman bin Shacher) r.a. berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: Sembahyang berjama'ah pahalanya lebih dari sembahyang sendiri, baik di tempat pekerjaan atau di rumah, dua puluh lima derajat. Yang demikian itu karena jika seseorang telah menyempurnakan wudlu', kemudian pergi ke mesjid, tiada tujuan selain untuk sembahyang, tidak bertindak selangkah melainkan diangkat sederajat dan dihapuskan daripadanya satu dosa, hingga masuk ke mesjid, apabila telah berada di mesjid, maka dianggap sembahyang selama ia masih menantikan sembahyang (selama ia tertahan karena menunggu sembahyang), dan mala'ikat mendo'akan seseorang selama ia dalam majlis sembahyangnya, Mala'ikat berdo'a: Ya Allah kasihanilah ia, ya Allah ampunkan ia, ya Allah ma'afkanlah ia. Selama ia tidak mengganggu dan berhadas ditempat itu. (Buchary, Muslim)

12. Abdullah bin 'Abbas r.a. berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya Allah mencatat hasanat (kebaikan) dan sayyi'at (kejahatan), kemudian menjelaskan keduanya. Maka siapa yang berniat akan berbuat hasanat kemudian tidak dikerjakannya, Allah mencatat untuknya satu hasanat, dan jika berniat kebaikan, kemudian dikerjakan, dicatat sepuluh hasanat, mingkin ditambah hingga tujuh ratus kali lipat atau lebuh dari itu. Dan apabila berniat akan berbuat akan sayyi'at (kejahatan), dan tidak dikerjakan, Allah mencatat baginya satu hasanat. Dan jika niat itu dilaksanakan, maka ditulis baginya satu sayyi'at. (Buchary, Muslim).

13. Abdullah bin 'Umar r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: Terjadi pada masa dahulu sebelum kamu, tiga orang berjalan-jalan hingga terpaksa bermalam dalam gua. Tiba-tiba ketika sedang dalam gua itu, jatuh sebuah batu besar dari atas bukit dan menutupi pintu gua itu, hingga mereka tidak dapat keluar. Maka berkatalah mereka: Sungguh tiada suatu yang mampu menyelamatkan kami dari bahaya ini, kecuali jika tawassul kepada Allah dengan amal-amal salih yang pernah kamu lakukan dahulu kala. Maka berkata seorang dari mereka: Ya Allah dahulu saya mempunyai Ayah dan Ibu, dan saya biasa tidak memberi minuman susu pada seorangpun sebelum keduanya (Ayah-ibu), baik kepada keluarga atau hamba sahaya, maka pada suatu hari agak kejauhan bagiku menggembala ternak, hingga tidak kembali pada keduanya, kecuali sesudah malam dan ayah bundaku telah tidur. Maka saya terus memerah susu untuk keduanya, dan sayapun segan untuk membangunkan keduanya, dan sayapun tidak akan memberikan minuman itu kepada siapapun sebelum ayah bunda itu. Maka saya tunggu keduanya hingga terbit fajar, maka bangunlah keduanya dan minum dari susu yang saya perahkan itu. Padahal semalam itu juga anak-anakku sedang menangis minta susu itu, didekat kakiku. Ya Allah jika saya berbuat itu benar-benar karena mengharap keridlaanMu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka menyisih sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar daripadanya.
Berdo'a yang kedua: Ya Allah dahulu saya pernah terikat cinta kasih pada anak gadis pamanku, maka karena sangat cinta kasihku, saya selalu merayu dan ingin berzina padanya, tetapi ia selalu menolak hingga terjadi pada suatu sa'at ia menderita kelaparan dan datang minta bantuan kepadaku, maka saya berikan padanya uang seratus duapuluh dinar, tetapi dengan janji bahwa ia akan menyerahkan dirinya kepadaku pada malam harinya. Kemudian ketika saya telah berada di antara dua kakinya, tiba-tiba ia berkata: Takutlah kepada Allah dan jangan kau pecahkan tutup kecuali dengan halal. Maka saya segera bangun daripadanya padahal saya masih tetap menginginkannya, dan saya tinggalkan dinar mas yang telah saya berikan kepadanya itu. Ya Allah bila saya berbuat itu semata-mata karena mengharap keridlaanMu, maka hindarkanlah kami dari kemalangan ini. Maka bergeraklah batu itu menyisih sedikit, tetapi mereka belum juga dapat keluar dari padanya.
Berdo'a yang ketiga: Ya Allah saya dahulu sebagai majikan, mempunyai banyak buruh pegawai, dan pada suatu hari ketika saya membayar upah buruh-buruh itu, tiba-tiba ada seorang dari mereka yang tidak sabar menunggu, segera ia pergi meninggalkan upah dan terus pulang kerumahnya tidak kembali. Maka saya pergunakan upah itu hingga bertambah dan berbuah hingga merupakan kekayaan. Kemudian setelah lama datanglah buruh itu dan berkata: Hai Abdullah berilah kepadaku upahku dahulu itu? Jawabku: Semua kekayaan yang ada didepanmu itu daripada upahmu yang berupa unta, lembu dan kambing serta budak pengembalanya itu. Berkata orang itu: Hai Abdullah kau jangan mengejek kepadaku. Jawabku: Aku tidak mengejek kepadamu. Maka diambilnya semua yang saya sebut itu dan tidak meninggalkan satupun daripadanya. Ya Allah jika saya berbuat itu karena mengharap keridlaanMu, maka hindarkan kami dari kesempitan ini. Tiba-tiba menyisihlah batu itu hingga keluar mereka dengan selamat. (Buchary, Muslim).

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya faidah amal kelakuan yang tulus ikhlas, hingga dapat dipergunakan bertawassul kepada Allah dalam usaha menghindarkan bahaya yang sedang menimpa. Juga menunjukkan bahwa manusia harus mengutamakan orang tua dari anak bini. Juga menunjukkan kebesaran pengertian dari penahanan hawa nafsu, dan kerakusan terhadap harta upah buruh.